Melayu Pos Indonesia – Satu bulan jelang Tahun Baru 2025, rakyat sempat menjerit ketakutan.
Mereka dihantui bayangan wajah Menkeu Sri Mulyani yang dengan ekspresi datar tanpa beban, mengumumkan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) untuk tahun 2025, akan dinaikan.
Untung saja Presiden Prabowo menggelontorkan paket hadiah Tahun Baru yang membuat rakyat kebanyakan bernafas lega. Kenaikan PPN dari 11% menjadi 12%, hanya diberlakukan terhadap barang – barang (super) mewah.
Ditambah lagi Prabowo menegaskan kebijakan fiskal pemerintah harus bertujuan mensejahterakan rakyat, bukan sebaliknya.
Prabowo menyampaikan sendiri berita melegakan ini, (tumben) bukan Menkeu, yang kali ini hanya duduk mendampingi.
Di lain peristiwa, rakyat Indonesia menerima juga hadiah Tahun Baru sangat khusus.
Bukan dari Prabowo, tapi dari *OCCRP* (Organized Crime and Corruption Reporting Project). Hadiah Tahun Baru dari OCCRP ini, sangat miris, mengejutkan, sangat memalukan dan sungguh memilukan ini. Presiden Indonesia Ke 7, Joko Widodo, namanya tercantum sebagai salah satu finalis Tokoh Kejahatan Terorganisasi dan Pemimpin Terkorup 2024, versi OCCRP.
Ia ditampilkan sebagai finalis bersama enam tokoh terkorup dunia lainnya. Mereka adalah Jokowi, mantan Presiden Indonesia, Presiden Kenya William Ruto, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, Mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, tokoh oligarki India Gautam Adani, dan mantan Presiden Syria Bashar Al-assad (pemenang).
Pendukung setia buta yang selalu meneriakkan. _pokoké Jokowi is the best_, sangat terpukul menerima kenyataan ini. Setengah tak percaya, mereka melongo terpaku, tak tahu harus berbuat apa?
Begitu pun para buzzer pemuja dan penyembah Jokowi, mereka kebingungan tak tahu harus melakukan counter issue dengan cara dan narasi yang bagaimana??? Pasalnya, berita memilukan ini dirilis oleh lembaga internasional yang kredibilitasnya sebagai Organisasi Jurnalisme Investigasi, sangat terpercaya, sebagai salah satu organisasi terbesar di dunia.
Celakanya lagi bagi Jokowi, lembaga independen non-pemerintah ini, sangat anti suap. Hal inilah yang mungkin paling membuat Jokowi dan para kroninya pusing tujuh keliling. Penelanjangan diri Jokowi oleh OCCRP ini, telah menampilkan jati diri Jokowi sesungguhnya sebagai manusia tercela yang sangat tak terpuji. Dalam keadaan terpojok ini, Jokowi masih sempat berkilah. Mencoba meyakinkan masyarakat dengan mengatakan bahwa dirinya yang tak berhasil didongkel di dalam negeri, maka mereka berusaha mendongkelnya dari luar negeri. Dilakukan lewat LSM-NGO tertentu (sepertinya yang dimaksud adalah OCCRP) dengan menebar berita jahat untuk merusak namanya.
Upaya beladiri ini dilakukan saat menjawab pertanyaan wartawan tentang berita seputar pernyataan OCCRP. Jawaban pembelaan diri ini sungguh menyedihkan dan hanya mengundang ketertawaan publik. Karena mayoritas publik lebih memilih percaya pada OCCRP yang kredibilitasnya terpercaya, ketimbang Jokowi yang gemar berbohong.
Di kalangan massa rakyat yang selama ini sudah muak Mulyono dan Fufufafa, ‘hadiah’ memalukan ini diterima sebagai berita yang memperihatinkan. Karena baru pertama kali ini Indonesia sebagai negara bangsa pejuang dan pemimpin negera-negara bangsa Asia-Afrika (lewat KAA Bandung 1955), harus menanggung malu sangat besar.
Kepada para pendukung setia mati Jokowi, sekarang para aktivis anti Fufufafa sigap melontarkan kalimat ironis sebagai teguran… “Apa kataku… baru percaya kan sekarang? Makanya buka telinga, mata, hati, dan pikiran… Jangan maunya hanya selalu memakai kacamata merek Mulyono!”.
Mereka pun lantang bersuara… Oooh ternyata begituu… begitu tho aslinya pak Jokowi?! Tokoh kejahatan terorganisasi, koruptor kelas kakap bertaraf internasional..!!!
Dalam suasana Indonesia berduka atas marwah bangsa yang terkoyak oleh ‘hadiah’ Tahun Baru dari OCCRP, Presiden Prabowo sekarang ini tengah dihadapkan pada kondisi yang cukup berat, tidak mudah, dan sangat memusingkan kepala.
Kondisi perekonomian di negara yang baru dua bulan lebih dipimpinnya, tengah berada dalam keadaan sangat tidak baik-baik saja. Kondisinya yang merupakan peninggalan dan warisan rezim sebelumnya, Jokowi, membuat Indonesia berada dalam situasi yang sangat mengkhawatirkan.
Prabowo dituntut harus berani tegas dan bertangan besi menghadapi para penjahat perampok harta negara. Dalam kurun waktu 2 x 100 hari kerja, masyarakat dipastikan akan sangat antusias melihat hasilnya.
Untuk itu, diperlukan kerja keras dan cerdas dari para pembantu Presiden Prabowo.
Dalam hal ini kendala pertama yang muncul di depan mata, mayoritas menteri pembantu presiden Prabowo adalah warisan dan ‘titipan’ Jokowi. Mereka sudah sangat terbiasa berada dalam budaya kerja yang jauh dari harapan sebagai penyelenggara negara yang bertujuan menghadirkan Clean Government and Good Governance.
News Post : 2 Hari Pencarian oleh Tim SAR Gabungan, ABK yang terjatuh dari Pompong Muatan Sawit berhasil ditemukan
Terbukti saat bekerja di era pemerintahan Jokowi, koruptor menjamur, dan korupsi terjadi di setiap lapisan dan pada setiap tingkatan institusi penyelenggara negara.
Tapi apa pun kondisinya, melakukan operasi bersih-bersih para penjahat negara, mutlak untuk segera dilakukan. Terlambat dan mandegnya langkah sapu bersih ini, pasti akan mendorong munculnya berbagai kemungkinan yang tidak kita inginkan.
Sementara Prabowo sebagai Presiden baru, dihadapkan pada kenyataan bahwa kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara yang diwariskan oleh Jokowi, berada dalam kondisi yang mengharuskan dilakukannya perbaikan total secara menyeluruh.
Bagi Prabowo, sudah tidak ada pilihan lain kecuali harus bertindak tegas dan berani.
Paling utama, hilangkan rasa berhutang budi yang berlebihan pada Jokowi. Sekalipun ‘Partai Coklat’ Jokowi telah membantu memboyong diri Anda ke istana.
News Post : Gelar Press Release Akhir Tahun Polres Tanjab Timur Ungkap Kasus Sepanjang 2024
Selanjutnya, rampingkan dan revitalisasi kabinet. Reshuffle para Menteri-Wamen hingga yang tertinggal adalah para pekerja keras yang cerdas, ahli dalam bidangnya, dan bersih dari catatan kotor.
Penyegaran pucuk pimpinan TNI-Polri, dan Kejaksaan Agung, mutlak diperlukan segera. Terbitkan Perpu tata laksana kerja Pembuktian Terbalik, sebagai pengganti Undang-Undang yang bila diajukan ke meja DPR, pasti ditolak!
Tanpa keberanian melakukan semua ini, silahkan Presiden Prabowo Subianto Djoyohadikusumo menikmati proses slow motion suicide, bunuh diri secara perlahan.
Perlahan tapi pasti! Erros Djarot BUDAYAWAN
REDAKSI