Pontianak – Kalbar, Melayuposindonesia.com – senin (29/11/2021)
Hasil konfermasi melalu WhatsApp kepada kuasa hukum ALI SABUDIN :ARRY SAKURIANTO, SH” menjelaskan Kepada wartawan Melatu Pos Indonesia dalam kasus Klaennya yang menjadi Tersangka ALI SABUDIN yang bermula dari pelaporan sdri. LILI SUSANTI pada tanggal 27 Mei 2011 yang melaporkan bahwa ALI SABUDIN melakukan kekerasan rumah tangga, pada tanggal 17 Juni 2011.
ALI SABUDIN diminta klarfikasi dalam kasus tersebut adanya laporan dari LILI SUSANTI, namun dalam pemeriksaan penyidik hal tersebut bukan untuk diminta klarfikasi tetapi dijadikan tersangka dalam dugaan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.
Sebagaimana yang diatur dalam pasal 44 ayat 1 UU KDRT No.23 tahun 2004.Pada tanggal 27 Juli Pelapor LILI SUSANTI mencabut laporan polisi : No.Pol.LP.2058/V/2010/Kalbar/Resta.PTK tgl 27 Mei 2011. bahwa tanda terima bukti laporan Nomor : TBL./3704/XI/2010/KALBAR/RESTA.PTK, secara fakta barkas perkara yang dimohon oleh kuasa hukum tanggal 25 oktober 2021 sehingga dapat gerkas perkara Nomor : BP./137/VI/2021 tanggal 21 Juni 2011.
Setelah dipelajari berkas perkara itu diduga cacat Yuridist berdasarkan undang – undang / peraturan adalah sebagai berikut :
Laporan adalah Pemberitahuan yang disampaikan seorang karena hak / kewajiban berdasar undang – undang kepada pejabat berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadi peristiwa pidana (Pasal 1 butir 24 KUHAP). Berbeda dengan pengaduan, pemberitahuan laporan bersifat umum, meliputi seluruh jenis tindak pidana yang diberitahukan, sehingga laporan bisa dilakukan oleh semua orang yang mengalami, melihat dan mendengar suatu peristiwa pidana, dan tidak dapat dicabut kembali oleh si pelapor.
Jika pada akhirnya terjadi perdamaian antara pelapor dan terlapor sebelum tahap persidangan, penegak hukum tetap bisa meneruskan pemeriksaan hingga persidangan. Adapun pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan Tindak Pidana (“TP”) aduan yang merugikannya (Pasal 1 butir 25 KUHAP).
Pengaduan yang bersifat khusus, hanya bisa dilakukan oleh pihak tertentu yang berkepentingan, sehingga dapat dicabut sebelum sampai ke persidangan, apabila terjadi perdamaian antara pengadu dan teradu. Jika terjadi pencabutan pengaduan, maka perkara tidak dapat diproses lagi.
Tertangkap Tangan, menurut Pasal 1 angka 19 KUHAP, adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan TP atau tengah melakukan TP dipergoki oleh orang lain, atau dengan segera sesudah beberapa saat TP dilakukan.Mengenai aturan dalam KUHAP mengenai batas waktu untuk menindaklanjuti laporan tersebut, terdapat Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan POLRI (“Perkap No. 12 Tahun 2009”), yang mengatur mengenai batas waktu pemeriksaan dan penyelesaian perkara, sebagai berikut:
1. Pertama kali terkait batas waktu menyerahkan Laporan yang dibuat di Sentra Pelayanan Kepolisian, yakni.
Pasal 11 : (1) Laporan Polisi yang dibuat di SPK WAJIB segera diserahkan dan harus sudah diterima oleh Pejabat Reserse yang berwenang untuk mendistribusikan laporan paling lambat 1 (satu) hari setelah Laporan Polisi dibuat.
(2) Laporan Polisi yang telah diterima oleh pejabat reserse yang berwenang.
(3) Laporan Polisi sebagaimana dimaksud, selanjutnya HARUS sudah disalurkan keapda penyidik yang ditunjuk untuk melaksanakan penyidikan perkara paling lambat 3 (tiga) haris sejak Laporan Polisi dibuat. Pasal 18 : Terhadap perkara yang merupakan sengketa antara pihak yang saling melapor kepada kantor polisi yang berbeda, penanganan perkaranya dilaksanakan oleh kesatuan yang lebih tinggi atau kesatuan yang dinilai paling tepat dengan mempertimbangkan aspek efektivitas dan efisiensi.
2. Proses berikutnya setelah laporan adalah kegiatan penyelidikan dan batas waktu melaporkan hasil penyelidikan, yang diatur dalam Pasal 26 Perkap No. 12 Tahun 2009, sebagai berikut : (1) Penyelidik yang melakukan kegiatan penyelidikan wajib melaporkan hasil penyelidikan secara lisan atau tertulis kepada atasan yang memberi perintah pada kesempatan pertama. (2) Hasil penyelidikan secara tertulis dilaporkan dalam bentuk LHP paling lambat 2 (dua) hari setelah berakhirnya masa penyelidikan kepada pejabat yang memberikan perintah.
1. Proses setelah laporan hasil penyelidikan adalah melakukan tindakan penyidikan. Pasal 33 dan Pasal 34 Perkap No. 12 Tahun 2009menyatakan bahwa “Setiap tindakan penyidikan wajib dilengkapi surat perintah Penyidikan. Penyidik yang telah mulai melakukan tindakan penyidikan wajib membuat SPDP.”
2. Perkap No. 12 Tahun 2009 selanjutnya mengatur mengenai batas waktu penyelenggaraan penyidikan sebagai berikut: Pasal 31 : (2) Batas waktu penyelesaian perkara dihitung sejak diterimanya Surat Perintah Penyidikan meliputi:
(1). 120 hari untuk penyidikan perkara sangat sulit, (2). 90 hari untuk penyidikan perkara sulit
(3). 60 hari untuk penyidikan perkara sedang.(4). 30 hari untuk penyidikan perkara mudah.
(3) Dalam menentukan tingkat kesulitan penyidikan, ditentukan oleh pejabat yang berwenang menerbitkan Surat Perintah Penyidikan. (4) Penentuan tingkat kesulitan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selambatnya 3 (tiga) hari setelah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan.
Pasal 32 : (1) Dalam hal batas waktu penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 : penyidikan belum dapat diselesaikan oleh penyidik, maka dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyidikan kepada pejabat yang memberi perintah melalui pengawas penyidik.
1. Dalam hal kepolisian tidak menindaklanjuti laporan, atau jika ada ketidakpuasan atas hasil penyidikan, maka Pelapor atau saksi dapat mengajukan surat pengaduan atas hal tersebut kepada atasan Penyelidik atau Penyidik atau badan pengawas penyidikan, agar dilakukan koreksi atau pengarahan oleh atasan penyelidik/penyidik yang bersangkutan.
Dalam rancah hukum pidana, daluwarsa diatur untuk pengaduan, penuntutan, menjalankan pidana dan upaya hukum lainnya, tetapi tidak diatur daluwarsa untuk menindaklanjuti laporan. Menurut Pasal 74 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), masa daluwarsa mengajukan pengaduan ke kepolisian adalah :
1. Enam (6) bulan setelah yang berhak mengadu mengetahui perbuatan yang dilakukan itu, bila ia berada di Indonesia;
2. Sembilan (9) bulan setelah yang berhak mengadu mengetahui perbuatan itu dilakukan, bila ia berada di luar negeri
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73).
2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana(KUHAP)
3. Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan perkara Pidana di Lingkungan Kepolisisan Negara Republik Indonesia.
Mengingat Perundang undangan dan peraturan sudah jelas terang benderang kasus kekerasan rumah tangga yang dialami ALI SABUDIN sangat disesali sikap penyidik dan penegak hukum yang terlalu emosional dalam penyidikan sehingga tidak melihat ketentuan ketentuan yang sudah menjadi acuan dalam penempatan hukum, sehingga kasus 10 tahun silam beru diajukan dalam persidangan. (RED-ABDUL RAHMAN, SH)
Baca Juga :
Baca Juga :
Baca Juga :