Beranda Opini Sekali lagi, Tentang Radikalisme

Sekali lagi, Tentang Radikalisme

396
0

Oleh DR Masud HMN

MPI – Pada bulan belakangan ini isu radikalisme kian menjadi j adi jadi diblantika perpolitikan di tanah air kita. Month of radicalism issue. Seharusnya menjadi edukasi akademik sebagai pembelajaran penting, dan menarik Mengapa demikian, dan gerangan apa dibalik ini semua.

Apakah terkait pemilihan presiden tahun 2024. Atau menggoyang kedudukan Pressiden Joko Widodo karena dianggap tak mampu mengurus negara di bawah ekonomi krisis karena ditimpa krisis pandhemi Covid 19 ?

Kalau itu jadi alasannya. waktu masih tiga tahun lagi, Masih jauh. Lagi pula posisi Presiden Joko Widodo kini masih kuat. Atau pemerintah hendak memukul kaum oposisi, dengan menstigmkan para pengeritik radikal.Kita tidak tahu Radikal tetap saja radikal. Hanya persfektif atau setting kedepannya yang selalu berubah. Alam terkembang dan sejarah, jadi guru sejati
Jonathan Holliway seorang ahli sejarah Amerika, menyatakan unsur penting sejarah adalah ilumunasi manusia. Kata dia lagi hitam putih pijakan dasar nya. Ia di produksi penerangan cahaya kejujuran atas kewajiban terhadap Negara. (New York Times, 10/02/2021).

Point dari Jonathan Holliway, hendaknya kita jangan lupa belajar dari alam terkembang serta sejarah umat manusia, Namun harus diingat sejarah itu terpengaruh oleh iluminasi atau abtraksi tertentu. Pernyataan penulis Opini di harian The New York Time tersebut mungkin benar. Seyogyanya menjadi factor pembelajaran. Sehingga kita memperoleh pembelajaran yang valid atu sah dan value added alias nilai tambah Penulis, diawal tahu delapan puluhan pernah bertemu dengan scholar klas atas Indomesia di awal kemerdekaan yaitu Prof Dr. Rasyidi alm. Beliau memberi tahu saya tentang radikalisme dan fundamentalisme. Dalam kapasitas saya seorang wartawan Majalah Kiblat pada waktu itu. Beliau mengatakan issue fundamentalis dan radikalisme telah berubah setting dasarnya.

Kata beliau istilah fundamentalisme dan radikalisme itu muncul belakangan.Pada awalnnya istilah itu dari seminari Katholik awal abad 20. Radiklime dan fundamentalisme pencirian pemahaman umat kristiani yang mendalam dan serius yang diejawantahkan dengan sungguh sunguh pula. Artinya adalah wujud kaum kristiani yang baik.

Tetapi jelas beliau lagi, fundamentalis dan radikalisme berubah makna menjadi sikap kekerasan, keganasan dan intoleransi agama. Yang tidak disangka sangka malah ditujukan pada umat Islam. Bukan terhadap kaum kristiani, Demikian penjelasan Prof Dr Rasyidi.
Penulis kini masih terngiang ngiang dengan ucapan pak Rasyidi tokoh yang sangat kita hormati. Bila saat ini dikonfrontir dengan stigma pemahaman hari ini amat jauh berbeda.

Fundamentalisme dan radikalisme baik, menjadi makna yang buruk,. Semula Islam tidak meproduk istilah itu, kini dituduhkan umat Islam sebagai fundamentalis dan radikalis. Akhirnya pendapat Jonathan Holliway senada dengan ucapan pak Rasyidi, yang menganggap illminasi manusia tehadap masa zamannya.

Yang di topang oleh pemahaman akdemiknya dari alam psikologisnya. Mungkin tak salah kita mengatakan terjadi kekeliruan besar abad ini. Dasarnya karena kita salah menangkap makna pemberlajaran alam terkembang, dan pemahaman sejarah yang sesungguhnya. Wallahu aklam bissawab.

Jakarta 14 Februari 2021
*) Penulis Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta,

Baca Juga :

Kasat Reskrim Lamandau, Juan R Wagiu : KDRT Dan Sengketa Lahan, Kasus Terbanyak

Baca Juga :

DPRD Tanjabtim Gelar Paripurna Bahas Propemperda 2021

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini