JAKARTA (MELAYU POS INDONESIA) – Saat ini banyak pihak ribut soal sepakbola dengan atau tanpa penonton. Semua aspek coba dikupas, bahkan pakar psikologi juga diajak bicara.
Para akhli bisnis berembuk, untuk mencari solusi. Pendeknya tarik-menarik soal bagaimana cara meputar kembali kompetisi Liga-1 terus dikaji.
Saya dan beberapa teman seangkatan, sebut saja: Yesayas (Kompas), Eddy Lahengko (Suara Pembaharuan), Bambang Kendro (Berita Buana), Raden Barus (Sinar Pagi), Barce (Wawasan), Nanang Setiawan (PR), Alfon Suhadi (Suara Karya), Salamun Nurdin (Pelita), dan beberapa lainnya, *kuli tinta Senayan*, begitu kami biasa dijuluki (dulu), saling pandang dan tersenyum (sayang sekarang ad Covid-19, dan sudah menjadi para pensiunan).
Kok tersenyum? Senang atau? _Nggak lebay_, jujur kami prihatin. Tapi, apa yang bisa saya atau kami lakukan?
Sekedar berbagi. Ya, sekedar berbagi kisah. Dulu, selama bertahun-tahun, bangku-bangku stadion kosong bukan persoalan. Ya, bertahun-tahun, kompetisi sepakbola nasional: Galatama dan Perserikatan ( _home tournament_ ) hampir selalu kosong. Penonton hanya terdiri atas pemain kedua tim, keluarga pemain, itu pun tidak banyak, burung-burung gereja, dan merpati liar.
Kisah itu berlangsung cukup lama. Dan, kami terbiasa untuk itu. Kini, semua jadi persoalan……
*MN*[Raden Barus//Editor : Ersan]
1 Keluarga Terpapar Corona, Selengkapnya Klik Video ini
Baca Juga :
Baca Juga :
WAKIL BUPATI BATANG HARI TUTUP USIA , INNALILLAHI WA INNAILAHI ROJI’UN